JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan pendekatan baru untuk memastikan devisa hasil ekspor sumber daya alam tetap berputar di dalam negeri.
Melalui skema insentif dan penyempurnaan regulasi, eksportir diharapkan lebih tertarik menempatkan devisanya di bank milik negara atau Himpunan Bank Milik Negara. Langkah ini menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memperkuat likuiditas valuta asing domestik.
Kebijakan tersebut dirancang sebagai penyempurnaan dari aturan sebelumnya terkait kewajiban penempatan devisa hasil ekspor. Pemerintah menilai perlu adanya penyesuaian agar tujuan utama peningkatan suplai valas di dalam negeri dapat tercapai tanpa mengganggu aktivitas usaha para eksportir.
Penyempurnaan Aturan Penempatan Devisa Ekspor
Pemerintah telah menyelesaikan rancangan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur kewajiban parkir devisa hasil ekspor sumber daya alam. Dalam beleid yang baru, penempatan devisa tersebut akan dipusatkan di bank BUMN atau Himbara dengan masa penempatan selama dua belas bulan.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa draf revisi aturan tersebut telah diserahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk segera diundangkan. Pemerintah menargetkan aturan ini dapat mulai berlaku pada awal Januari 2026.
Menurut Febrio, penyempurnaan kebijakan ini dilakukan untuk memastikan devisa hasil ekspor benar-benar berkontribusi pada perekonomian nasional. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan amanat konstitusi yang mengatur pemanfaatan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Evaluasi Efektivitas Kebijakan Sebelumnya
Pemerintah mengakui bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 selama kurang lebih delapan bulan belum sepenuhnya efektif. Salah satu tantangan utama adalah masih adanya eksportir yang mengonversi devisa ke rupiah dan kemudian memindahkannya ke luar negeri.
Kondisi tersebut dinilai belum mendukung tujuan utama kebijakan, yakni meningkatkan suplai valuta asing di dalam negeri. Padahal, permintaan kredit berdenominasi valas di dalam negeri dinilai cukup tinggi dan membutuhkan dukungan likuiditas yang memadai.
Febrio menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin devisa hasil ekspor justru lebih banyak beredar di luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian kebijakan agar valas tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pembiayaan dan aktivitas ekonomi nasional.
Insentif dan Instrumen Investasi Valas Disiapkan
Untuk meningkatkan kepatuhan eksportir, pemerintah tidak hanya mengandalkan kewajiban regulatif. Kementerian Keuangan berencana menawarkan berbagai instrumen dengan imbal hasil yang menarik agar penempatan devisa di bank Himbara menjadi pilihan yang kompetitif.
Selain bunga simpanan valas yang dinilai sudah cukup bersaing, pemerintah juga akan menerbitkan Surat Berharga Negara dalam denominasi valuta asing di dalam negeri. Instrumen ini dirancang memiliki tingkat imbal hasil yang setara dengan SBN valas yang diterbitkan di pasar global.
Febrio menjelaskan bahwa penerbitan SBN valas domestik tersebut akan mendukung pendalaman pasar keuangan nasional. Dengan adanya pilihan investasi valas di dalam negeri, eksportir diharapkan lebih tertarik menempatkan dana hasil ekspornya tanpa harus mencari instrumen di luar negeri.
Penerbitan instrumen ini juga akan disesuaikan dengan permintaan pasar agar tetap menjaga efisiensi dan stabilitas sistem keuangan.
Pengaturan Konversi dan Masa Transisi
Dalam aturan baru, pemerintah juga memberikan kelonggaran terkait konversi devisa ke rupiah. Eksportir nantinya hanya diwajibkan mengonversi maksimal setengah dari devisa hasil ekspor, sementara sisanya dapat tetap disimpan dalam bentuk valuta asing.
Menurut Febrio, porsi konversi tersebut dinilai cukup signifikan mengingat nilai ekspor Indonesia yang mencapai ratusan miliar dolar Amerika Serikat per tahun. Dari total nilai ekspor tersebut, sebagian besar berbentuk devisa hasil ekspor yang terikat kewajiban penempatan.
Pemerintah juga memastikan adanya masa transisi yang memadai bagi eksportir untuk menyesuaikan rekening penampungan devisa ke bank Himbara. Penyesuaian ini akan tetap menghormati praktik pembayaran internasional yang sudah berjalan di kalangan eksportir.
Dengan pendekatan insentif, fleksibilitas konversi, serta penyediaan instrumen investasi yang menarik, pemerintah berharap kebijakan penempatan devisa hasil ekspor ini dapat berjalan lebih efektif. Langkah tersebut diharapkan mampu memperkuat fondasi ekonomi nasional sekaligus menjaga daya saing pelaku usaha di tengah dinamika global.